Sudah malam ya?
Baik, hari ini, saya ingin cerita mengenai sesosok bernama "Revisi". Tapi yaa, tidak terlalu curhat banget kok, agar semoga dari cerita saya, ada sesuatu yang tetap bisa dipetik.
Iya, kalau dipikir-pikir, sebenarnya apa yang saya alami saat ini, tidak ada apa-apanya dibanding mereka saudara-saudara kita di Al-Aqsha.
Apalagi kendalanya sepele sekali rasanya, "Revisi"
Dalam artian, saya tidak sampai harus menaruh nyawa saya sampai garis depan untuk berhadapan dengan ini. Tapi, saya sudah degradasi semangat begini.
Maka setidaknya, saya ingin mencoba meneladani saudara seumat di Al-Aqsha, di Aleppo.
Paling tidak, saat ini saya ingin coba menanamkan pada diri saya
"Jangan berhenti pada rintangan pertama, kedua, dan selanjutnya!"
Baik, hari semakin malam, sudah masuk dini hari malah. Hehe
Semoga apa yang sedikit ini tetap bisa diambil manfaatnya ya, meskipun satu dua makna.
Terima kasih sudah baca sampai sini :)
Ya, seperti yang pernah saya bilang sebelumnya, saya memang terbiasa hanya waktu luang malam hari diatas jam 11.
Lalu aktivitas saya selama seharian apa saja?
Organisasi? Bukan.. haha
Saya bukan aktivis organisasi sama sekali sepertinya.
Entah mengapa, saya selalu tidak bertahan lama ketika tergabung dalam suatu organisasi.
Kenapa? banyak hal, yang tidak perlu diceritakan sekarang. haha
http://www.nathanlustig.com/2014/08/24/never-give-up-is-terrible-advice/ by: Nayhan Lustig |
Begini,
Pernah merasakan lelahnya berjuang sampai kita terengah-engah?
Sesekali, seringkali, atau selalu?
Capek ya, rasanya?
Tapi kemudian, ketika sudah lelah berjuang, ternyata yang kita lakukan masih saja kurang memenuhi standar yang diharapkan menurut orang lain.
Padahal menurut kita, yang kita lakukan itu sudah semaksimal yang kita punya.
Nah, dari sini, saya menemukan suatu pelajaran..
Terkadang, sesuatu yang kita maknai perjuangan itu, maknanya bisa jadi terlalu sempit.
Iya..
Sebab seringkali, makna berjuang itu kita artikan hanya sebatas ruang dan waktu kita saja.
Seolah kita telah melakukan suatu hal besar.
Giliran diminta melakukan yang lebih dari itu, kita mudah sekali mengeluh.
Tapi enak ya,
Setidaknya, kita masih punya kesempatan untuk mengeluh.
Setidaknya, kita masih punya pilihan untuk menolak atau me-lobbying jika kita merasa tidak bisa.
Tapi tahukah?
Yang demikian itu, mungkin saja tidak seberapa bagi ukuran orang lain.
Bagi mereka, makna perjuangan itu luas sekali.
Bahkan, setiap lini kehidupan mereka, setiap detik, kehidupannya hanya paham tentang berjuang saja.
Sekalipun raga harus merentang nyawa.
Jangankan untuk bilang tidak,
Jangankan untuk mengeluh,
Mereka tidak dihadapkan pada pilihan semacam itu.
Yang mereka tau, mereka hanya harus melakukan yang terbaik yang mereka bisa selama nyawa masih hadir dalam raga.
Mungkin, mereka terkesan kasihan ya, di mata kita?
Tapi barangkali, mereka inilah yang sejatinya merasakan manisnya perjuangan.
Tahu mereka siapa?
Saudara-saudara kita di Al-Aqsha.
Saudara-saudara kita di Aleppo.
Iya, kalau dipikir-pikir, sebenarnya apa yang saya alami saat ini, tidak ada apa-apanya dibanding mereka saudara-saudara kita di Al-Aqsha.
Apalagi kendalanya sepele sekali rasanya, "Revisi"
Dalam artian, saya tidak sampai harus menaruh nyawa saya sampai garis depan untuk berhadapan dengan ini. Tapi, saya sudah degradasi semangat begini.
Maka setidaknya, saya ingin mencoba meneladani saudara seumat di Al-Aqsha, di Aleppo.
Paling tidak, saat ini saya ingin coba menanamkan pada diri saya
"Jangan berhenti pada rintangan pertama, kedua, dan selanjutnya!"
Baik, hari semakin malam, sudah masuk dini hari malah. Hehe
Semoga apa yang sedikit ini tetap bisa diambil manfaatnya ya, meskipun satu dua makna.
Terima kasih sudah baca sampai sini :)
Comments
Post a Comment