Skip to main content

Pepatah khalayak: Bahagia itu menular

”Janganlah kalian meremehkan kebaikan sedikitpun, walaupun sekedar menemui saudaramu dengan wajah berseri”

~HR. Muslim
image source:
http://chartcons.com/150-greatest-quotes-happy-happiness-quotes/

Pernahkah berada pada suatu posisi, dimana kita melihat teman kita atau seseorang bahagia karena suatu hal, kemudian kita pun turut tersenyum, seolah kita sedang berada pada keadaan yang sama dengan orang yang berbahagia? Padahal kita sedang tidak mengalami kejadian yang sama dengan orang yang sedang bahagia itu.
Saya yakin, kita pasti sering mendengar kalimat “bahagia itu menular”, atau semacamnya. Nah, tahukah dimana letak esensi dari pepatah ini?
Begini, seringkali, kita akan merasakan esensi ini ketika kita sedang marah. Kita tentu pernah berada pada situasi dimana kita merasa segalanya menjengkelkan, mengganggu, sampai akhirnya setiap sesuatu yang diucapkan atau dilakukan orang pada kita terkesan negatif. Lalu respon kita kemudian jengkel, atau marah-marah. Padahal orang itu tidak salah apa-apa. Mungkin kita ingin bilang kepada mereka ”Aduh, tolong ngerti perasaan saya kenapa sih, orang lagi bete ditambah-tambahin”, atau ungkapan lainnya ”Nggak bisa liat apa saya lagi repot, banyak kerjaan, banyak urusan. Ngurusinnya aja udah pusing, eh dateng-dateng malah nambahin kerjaan, nambahin pikiran”, ataupun beragam keluhan lainnya.
Duhai, sebenarnya sah-sah saja kalau kita ingin marah, jengkel, atau bermuram durja seharian tanpa menghiraukan ucapan siapapun. Itu pilihan kita. Tapi, kita perlu ingat. Menyelesaikan persoalan dengan menyalahkan keadaan dan atau orang lain bukanlah solusi yang bijak. Tidak akan ada yang terselesaikan ketika kita marah-marah, jengkel ngedumel sendiri, atau bersikap cuek dengan dunia sekalipun. Serangkaian sikap itu tidak ada yang akan membuahkan solusi. Justru yang ada malah makin memperkeruh suasana hati, rasa-rasanya semua orang di sekitar kita bahagia diatas penderitaan kita. Akhirnya, kita semakin merasa terpojokkan sendiri. Rugi kan?
Tapi lain ceritanya, kalau kita memilih untuk tetap berinteraksi dengan orang lain. Insya Allah, lambat laun gejolak awan hitam di hati mulai terang. Mengapa demikian? Sebab begini, ketika kita down, kemudian kita memilih untuk nimbrung dengan banyak orang, kalau kita beruntung, orang-orang di kelompok itu akan peka dengan raut wajah kita dan menanyakan kabar kita, bahkan bersedia mendengarkan keluh kesah kita. Atau kalau tidak, dengan kita ikut nimbrung dengan mereka, kita paham topik yang mereka bicarakan, kemudian pembicaraan itu mengalihkan pikiran kita dari masalah yang sedang kita hadapi. Bukan berarti kita melarikan diri dari masalah. Kita tentu paham, bahwa ketika suasana hati dan pikiran sedang tidak bersahabat, kita tidak akan mudah untuk memikirkan solusi. Maka dengan kita memikirkan hal lain diluar masalah kita, ini sudah selangkah lebih baik dalam menemukan solusi. Sebab terkadang, kita justru menemukan solusi ketika sedang tidak memikirkan problema yang kita hadapi. Karena memang, solusi tidak hanya dicetuskan melalui satu referensi saja. Melainkan kita perlu mengumpulkan lebih banyak data untuk kemudian diramu menjadi sebuah solusi.
Nah, ada satu hal lagi yang menarik ketika kita memilih untuk nimbrung dengan orang lain. Di saat kita sedang marah, jengkel, sedih, kemudian kita bertemu dengan orang-orang yang raut mukanya tersenyum bahagia, ada satu energi positif yang masuk ke dalam diri kita, yang kemudian perlahan melingkupi suasana hati. Kalau sudah begini, buru-burulah dimanfaatkan. Gunakan ini sebagai penyembuh rasa kesal, jengkel, ataupun marah yang tadinya ada. Bagaimana caranya? Sederhananya begini, ketika kita sedang kesal, lalu kemudian ada orang yang menyapa kita sambil tersenyum. Maka kembalilah menanggapi sapaannya dengan tersenyum pula. Masa iya orang sudah baik-baik menyapa tetapi kita malah menunjukkan muka marah, jengkel, atau sejenisnya. Begitupun ketika kita berada di tengah orang-orang yang sedang berbahagia atau bercerita tentang sesuatu. Coba dengarkan dan ikuti topik pembicaraan yang sedang mereka diskusikan. Kalau itu sesuatu yang membahagiakan, maka imbasnya kita akan turut bahagia. Iya, memang menjadi bahagia sesederhana itu. Tinggal kita yang harus bergerak untuk membahagiakan diri kita sendiri. J

Comments

Popular posts from this blog

Pepatah Lama : "Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai"

Pepatah Lama :  "Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai" Iya, sebab siklus hidup itu berputar. Apa yang diperbuat, ia jualah yang kelak didapat. Namun, seringkali kita terlupa.. Bahwa akan selalu ada harga yang harus dibayar dari setiap sesuatu. Ketika saat ini kita melakukan hal-hal baik, Maka kelak, kebaikan pula lah yang didapat. Pun begitu bila saat ini kita melakukan hal-hal yang buruk, Maka ketidakbaikan pula lah yang jua didapat di masa mendatang. Maka, bila sesuatu yang baik terjadi pada kita hari ini,  Boleh jadi itu tersebab perbuatan baik kita di hari kemarin. Sedang bila hari ini kita tertimpa kemalangan, Maka boleh jadi, itu tersebab sesuatu yang tak baik yang kita lakukan di hari kemarin. Iya, sebab di dunia ini, hubungan sebab akibat jelas berlaku. Dan kesemuanya itu, merupakan konsekuensi logis dari segala sesuatu. ~Arifah El-Kizai Image credit by : http://serbalanda.wordpress.com

Pertempuran satu tanah

Hi... Classical.... come back with me, Arifah ^_^ Kali ini, gue mau sharing tentang cerpen yang gue buat yang dimuat di koran "Radar Banten" Ini versi originalnya, kalo yang gue kirim ke radar banten itu gue ganti2 nama orgnya+daerahnya soalnya katanya harus pake nama2 Indonesia2 gt, tapi kalo yang ini, naskah cerpen originalnya, jadi emg  ini yang gue tulis tanpa pengubahan..... judulnya "Pertempuran satu tanah" Pertempuran satu tanah Dua belas abad yang lalu, Tepatnya Zaman Yamato. Terjadi perebutan kekuasaan tanah oleh para Daimyo (Tuan Tanah). Salah satu Daimyo yang sangat terkenal dan memonopoli kekuasaan kaisar pada zaman Heian adalah keluarga Fujiwara. Karena Fujiwara dekat dengan keluarga kaisar, maka Fujiwara-lah yang patut dianggap sebagai penguasa Jepang daripada Kaisar Jepang. Banyak korban tak bersalah berjatuhan dalam perebutan kekuasaan tanah oleh Daimyo ini. Di suatu desa terpencil di daerah Obihiro,  seorang pemuda bernama Kira yang geram dengan p...

Your heart need a break

Being kind to yourself is a process, You've lived under people expectations over years, And those conditions not frequently making you wounded and leaving a scar. But afterall, life is never fail to give you lessons. So now, time for you to be healed, not to forget your wound, but to accept and thank them. Thank them for the lesson you've learned, just so you will address a merciful future life. Indeeed, there are no guarantee that you won't experience a painful event anymore. But hey... a strong heart always need an exercise to level-up, isn't it? _2021, February 12th_ (copyright image : blog.cityspotsfitness.com)