”Janganlah
kalian meremehkan kebaikan sedikitpun, walaupun sekedar menemui saudaramu
dengan wajah berseri”
Pernahkah berada pada suatu posisi, dimana kita melihat teman kita atau seseorang bahagia
karena suatu hal, kemudian kita pun turut tersenyum, seolah kita sedang berada
pada keadaan yang sama dengan orang yang berbahagia? Padahal kita sedang tidak
mengalami kejadian yang sama dengan orang yang sedang bahagia itu.
Saya yakin, kita pasti sering mendengar kalimat “bahagia itu menular”, atau semacamnya. Nah, tahukah dimana letak esensi dari pepatah ini?
Begini,
seringkali, kita akan merasakan esensi ini ketika kita sedang marah. Kita tentu
pernah berada pada situasi dimana kita merasa segalanya menjengkelkan,
mengganggu, sampai akhirnya setiap sesuatu yang diucapkan atau dilakukan orang
pada kita terkesan negatif. Lalu respon kita kemudian jengkel, atau
marah-marah. Padahal orang itu tidak salah apa-apa. Mungkin kita ingin bilang
kepada mereka ”Aduh, tolong ngerti perasaan saya kenapa sih, orang lagi bete ditambah-tambahin”,
atau ungkapan lainnya ”Nggak bisa liat apa saya lagi repot, banyak kerjaan,
banyak urusan. Ngurusinnya aja udah pusing, eh dateng-dateng malah nambahin
kerjaan, nambahin pikiran”, ataupun beragam keluhan lainnya.
Duhai,
sebenarnya sah-sah saja kalau kita ingin marah, jengkel, atau bermuram durja
seharian tanpa menghiraukan ucapan siapapun. Itu pilihan kita. Tapi, kita perlu
ingat. Menyelesaikan persoalan dengan menyalahkan keadaan dan atau orang lain
bukanlah solusi yang bijak. Tidak akan ada yang terselesaikan ketika kita
marah-marah, jengkel ngedumel sendiri, atau bersikap cuek dengan dunia
sekalipun. Serangkaian sikap itu tidak ada yang akan membuahkan solusi. Justru
yang ada malah makin memperkeruh suasana hati, rasa-rasanya semua orang di
sekitar kita bahagia diatas penderitaan kita. Akhirnya, kita semakin merasa
terpojokkan sendiri. Rugi kan?
Tapi lain
ceritanya, kalau kita memilih untuk tetap berinteraksi dengan orang lain. Insya
Allah, lambat laun gejolak awan hitam di hati mulai terang. Mengapa demikian?
Sebab begini, ketika kita down, kemudian kita memilih untuk nimbrung
dengan banyak orang, kalau kita beruntung, orang-orang di kelompok itu akan
peka dengan raut wajah kita dan menanyakan kabar kita, bahkan bersedia
mendengarkan keluh kesah kita. Atau kalau tidak, dengan kita ikut nimbrung dengan
mereka, kita paham topik yang mereka bicarakan, kemudian pembicaraan itu
mengalihkan pikiran kita dari masalah yang sedang kita hadapi. Bukan berarti
kita melarikan diri dari masalah. Kita tentu paham, bahwa ketika suasana hati
dan pikiran sedang tidak bersahabat, kita tidak akan mudah untuk memikirkan
solusi. Maka dengan kita memikirkan hal lain diluar masalah kita, ini sudah
selangkah lebih baik dalam menemukan solusi. Sebab terkadang, kita justru
menemukan solusi ketika sedang tidak memikirkan problema yang kita hadapi.
Karena memang, solusi tidak hanya dicetuskan melalui satu referensi saja.
Melainkan kita perlu mengumpulkan lebih banyak data untuk kemudian diramu
menjadi sebuah solusi.
Nah, ada satu
hal lagi yang menarik ketika kita memilih untuk nimbrung dengan orang
lain. Di saat kita sedang marah, jengkel, sedih, kemudian kita bertemu dengan
orang-orang yang raut mukanya tersenyum bahagia, ada satu energi positif yang
masuk ke dalam diri kita, yang kemudian perlahan melingkupi suasana hati. Kalau
sudah begini, buru-burulah dimanfaatkan. Gunakan ini sebagai penyembuh rasa
kesal, jengkel, ataupun marah yang tadinya ada. Bagaimana caranya? Sederhananya
begini, ketika kita sedang kesal, lalu kemudian ada orang yang menyapa kita
sambil tersenyum. Maka kembalilah menanggapi sapaannya dengan tersenyum pula.
Masa iya orang sudah baik-baik menyapa tetapi kita malah menunjukkan muka
marah, jengkel, atau sejenisnya. Begitupun ketika kita berada di tengah
orang-orang yang sedang berbahagia atau bercerita tentang sesuatu. Coba
dengarkan dan ikuti topik pembicaraan yang sedang mereka diskusikan. Kalau itu
sesuatu yang membahagiakan, maka imbasnya kita akan turut bahagia. Iya, memang
menjadi bahagia sesederhana itu. Tinggal kita yang harus bergerak untuk
membahagiakan diri kita sendiri. J
Comments
Post a Comment