Skip to main content

KKN Life : Day 2


Pagi, siang, sore, malam J *tentatif waktu ketika anda membaca tulisan saya.

Hari kedua sudah sedikit banyak terlewati. Sudah satu dua pelajaran pula yang didapat.
Sejak semalam, sampai detik ini. Saya memang sampai sekarang sedang melatih diri saya untuk lebih jeli dalam melihat makna dan pelajaran kehidupan. Saya tidak mau melewatkan hari dengan zonk, dalam artian, tidak mendapatkan apa-apa.

Pelajaran yang saya dapat yaitu, bersyukur. Kedengarannya klasik ya? Iya memang. Tapi kadangkala, yang ringan-ringan itulah yang seringkali terlupa. Lantas bersyukur dalam hal apa? Banyak hal. Mulai dari lokasi KKN saya yang tidak terlalu jauh dari kampus, teman-teman KKN yang bermacam-macam karakternya, rumah yang saya dan teman-teman KKN saya tinggali, sampai dengan kondisi dan situasi sekitar desa tempat saya dkk akan mengabdi.

Lokasi KKN saya yang tidak terlalu jauh dari kampus membuat perjalanan menjadi tidak terlalu memakan waktu yang lama dan rute yang panjang. Mungkin, hanya setengah hari saja kemarin, mulai dari upacara pelepasan sampai dengan ditempatkan di rumah Pak Bayan. Ini jelas relatif menguntungkan, karena masih cukup waktu untuk istirahat dan tidak banyak berkutat dengan kejenuhan perjalanan yang melelahkan. Teman-teman saya yang lokasi KKN-nya di sekitar Jawa Timur sana, baru sampai lokasi saja saat maghrib. Wah, mendengarnya saja sepertinya sudah melelahkan. Semoga dilancarkan yaa, teman-teman disana J

Kemudian, teman-teman sekelompok KKN. Dengan berbagai macam kepribadian dan pembawaan masing-masing, saya bersyukur dengan melihat dinamika yang terjadi di kelompok ini. Ada yang serius sekali ketika membicarakan sesuatu, pun ada pengimbangnya yang sedikit-sedikit bercanda, tidak bisa serius sama sekali. Ada yang rajin sekali ketika melakukan sesuatu, sampai se detail mungkin, ada pula yang sebaliknya. Yah, pokoknya saling melengkapi sajalah. Asik.

Rumah dan situasi kondisi di rumah yang saya tinggali juga tak kalah menarik untuk disyukuri. Kalau dilihat dan dibayangkan saat kali pertama, dengan kondisi geografis desanya yang kering, dulu awalnya terbayang kalau sumber daya airnya sulit. Tapi ternyata, tidak juga, airnya lancar-lancar saja ah. Nyuci setiap hari pun bisa malah. Belum lagi tetangga dan penduduk sekitar, semuanya ramah dan hangat. Setiap bertemu di jalan, pasti menyapa. Entah hanya anggukan, senyuman, kombinasi keduanya disertai kata ”Monggo..” dan yah, pokoknya ramah sekali lah. Untuk tingkat keamanan, saya rasa juga relatif aman disini. Rumah Pak Bayan yang saya tinggali saja, televisi diletakkan di teras rumah di luar, dengan kondisi rumah Pak Bayan tidak berpagar. Kalau dipikir-pikir, berani sekali ya barang elektronik ditaruh di luar. Mungkin bukan maksudnya berani, melainkan, masyarakat disini sudah saling percaya dan menjaga. Sehingga aman-aman saja, nyaman-nyaman saja hidupnya.

Kalau di renungi kembali, jika kita bisa jeli dalam mengambil makna di setiap lini hidup, sejatinya kehidupan ini sarat makna sekali ya? Masya Allah J

Comments

Popular posts from this blog

Pepatah Lama : "Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai"

Pepatah Lama :  "Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai" Iya, sebab siklus hidup itu berputar. Apa yang diperbuat, ia jualah yang kelak didapat. Namun, seringkali kita terlupa.. Bahwa akan selalu ada harga yang harus dibayar dari setiap sesuatu. Ketika saat ini kita melakukan hal-hal baik, Maka kelak, kebaikan pula lah yang didapat. Pun begitu bila saat ini kita melakukan hal-hal yang buruk, Maka ketidakbaikan pula lah yang jua didapat di masa mendatang. Maka, bila sesuatu yang baik terjadi pada kita hari ini,  Boleh jadi itu tersebab perbuatan baik kita di hari kemarin. Sedang bila hari ini kita tertimpa kemalangan, Maka boleh jadi, itu tersebab sesuatu yang tak baik yang kita lakukan di hari kemarin. Iya, sebab di dunia ini, hubungan sebab akibat jelas berlaku. Dan kesemuanya itu, merupakan konsekuensi logis dari segala sesuatu. ~Arifah El-Kizai Image credit by : http://serbalanda.wordpress.com

Your heart need a break

Being kind to yourself is a process, You've lived under people expectations over years, And those conditions not frequently making you wounded and leaving a scar. But afterall, life is never fail to give you lessons. So now, time for you to be healed, not to forget your wound, but to accept and thank them. Thank them for the lesson you've learned, just so you will address a merciful future life. Indeeed, there are no guarantee that you won't experience a painful event anymore. But hey... a strong heart always need an exercise to level-up, isn't it? _2021, February 12th_ (copyright image : blog.cityspotsfitness.com)

Pertempuran satu tanah

Hi... Classical.... come back with me, Arifah ^_^ Kali ini, gue mau sharing tentang cerpen yang gue buat yang dimuat di koran "Radar Banten" Ini versi originalnya, kalo yang gue kirim ke radar banten itu gue ganti2 nama orgnya+daerahnya soalnya katanya harus pake nama2 Indonesia2 gt, tapi kalo yang ini, naskah cerpen originalnya, jadi emg  ini yang gue tulis tanpa pengubahan..... judulnya "Pertempuran satu tanah" Pertempuran satu tanah Dua belas abad yang lalu, Tepatnya Zaman Yamato. Terjadi perebutan kekuasaan tanah oleh para Daimyo (Tuan Tanah). Salah satu Daimyo yang sangat terkenal dan memonopoli kekuasaan kaisar pada zaman Heian adalah keluarga Fujiwara. Karena Fujiwara dekat dengan keluarga kaisar, maka Fujiwara-lah yang patut dianggap sebagai penguasa Jepang daripada Kaisar Jepang. Banyak korban tak bersalah berjatuhan dalam perebutan kekuasaan tanah oleh Daimyo ini. Di suatu desa terpencil di daerah Obihiro,  seorang pemuda bernama Kira yang geram dengan p...