Skip to main content

Purifying Emotions 2: Alasan kenapa "membaca" layak menjadi emotions purifyer yang baik

Postingan kali ini terkesan mirip-mirip dengan postingan di hipwee gitu ya? hihi
Setelah postingan sebelumnya membahas tentang "Menulis" sebagai salah satu emotions purifyer. Maka kali ini tidak beda jauh caranya, yakni... Membaca

Mungkin, tidak semua orang suka membaca. Sebagian menganggap bahwa membaca itu sebuah aktivitas yang membosankan. Hanya duduk diam, memegang buku, di ruang yang hening. "Ah, sepi sekali rasanya. Tidak berwarna. Tidak bersensasi".
Sedangkan sebagian sisanya beranggapan, "Oh tidak, membaca itu menyenangkan sekali. Kita bisa berpetualang kemanapun yang kita mau, mendalami apapun yang kita inginkan, yang tidak diajarkan di sekolah, di kampus, di tempat lainnya. Dengan membaca, kita bisa lebih bijak, lebih dewasa, dan lebih-lebih lainnya".

Pada akhirnya, baik tidaknya suatu anggapan, kembali bergantung pada masing-masing diri kita. Toh, jika kita berkutat dengan perihal suka atau tidak suka, setiap orang memiliki preferensinya masing-masing, begitu bukan?
Saya pribadi, bukanlah tipikal orang yang minat membacanya sedunia. Tapi kali ini, paling tidak ada beberapa perkara baik yang boleh dipertimbangkan tentang membaca.
Atau lebih tepatnya, bagaimana bisa membaca berfungsi sebagai emotions purifyer yang baik.

  • Banyak baca, banyak tahu, banyak belajar, banyak pergi ke suatu tempat.
image supported by: https://id.pinterest.com/perulib/library-quotes/

Ketika kita sedang penat, stress, rasanya ingin marah-marah saja. Seringkali kita lupa untuk mendinginkan hati dan pikiran. Maka, langkah pertama kali yang harus dilakukan ketika kita mulai merasa "naik darah" adalah, cobalah tenang. Semarah apapun, sejengkel apapun kita. Jangan sampai membentak, apalagi mengumpat. Jangan biarkan waktu kita terbuang untuk hal yang merusak kebahagiaan kita, senyum kita. Itu jelas rugi sekali!
Hal umum yang mudah dilakukan dan patut dicoba di saat seperti ini adalah, mengatur nafas kita. Sekiranya 10-15 menit saja cukup. Boleh pula setelah itu ditambah minum air mineral. 

Setelah kita tenang, waktunya untuk mendewasakan diri. Mengapa begitu?
Begini, status "naik darah" itu umumnya tak jauh dari kelalaian kita dalam mengontrol emosi, dan atau memahami maksud orang lain. Dan keterampilan mengelola emosi itu erat sekali hubungannya dengan kedewasaan diri. Sedang kedewasaan diri tak pula berkutat jauh dengan segala bentuk informasi yang membentuk sikap kita. Dan informasi yang membentuk sikap kita itu kemungkinan diperolehnya hanya 2, melalui apa yang kita amati, dengarkan, lalu dipraktikkan. Atau referensi yang kita baca.

Saya pribadi, setuju sekali dengan quotes di atas, semakin banyak kita membaca, semakin banyak kita tahu tentang sesuatu, pun semakin banyak pula hal yang bisa kita pelajari. Misal saja, ketika kita membaca buku. Kita tentu tahu bahwa buku yang kita baca itu jelas ada seseorang yang menulisnya. Maka secara tidak langsung, dengan kita membaca buku itu, kita tahu apa dan bagaimana hal-hal yang dipikirkan penulisnya.
Umumnya, seorang penulis sampai dapat menulis hal yang demikian tertulis di buku, pasti juga ada sesuatu yang menginspirasinya. Siapa? Kehidupan. Kehidupan yang ia sendiri jalankan dan amati.
Dan percayalah, kehidupan yang penulisnya jalankan, dengan kehidupan kita, tidak berbeda jauh. Berkisar antara bungah (suka, bahagia), atau susah (duka, kesusahan). Paling hanya waktu kejadiannya saja yang berbeda.
Nah, sekarang begini. Bayangkan ketika kita membaca buku, maka pikiran satu orang lah yang sedang kita baca. Maka logika matematisnya, semakin banyak buku yang kita baca, semakin banyak pikiran orang lain yang kita tahu. Maka seharusnya, kita lebih dapat memahami dan memaklumi orang-orang yang ada di sekitar kita ketika kita pergi kemanapun. Dengan kita memahami dan memaklumi inilah, kita dapat lebih bijak memahami maksud orang lain, pun jika harus marah, kita bisa marah dengan cara dan di tempat yang benar. *Meskipun marah seharusnya tidak menjadi opsi dalam menyelesaikan suatu masalah.

  • You are what you read!

image supported by: http://quotesgram.com/inspirational-quotes-about-books-reading/

Sepertinya quotes "You are what you read" begini sudah tidak asing ya? Entah itu terdengar di telinga ataupun sepintas ter-posting di sosial media. Tapi siapa sangka, saya baru menemukan esensi dari quotes ini justru melaui quotes yang lain, yang ada di gambar itu.
Cara memahaminya mudah sekali..
Begini, anda pernah baca novel? kira-kira berapa kali anda membayangkan diri anda berada di posisi yang sama dengan tokoh yang diceritakan? berapa banyak pula sesi cerita yang ada pada novel yang pas dengan yang pernah anda alami?
Atau, bagi yang kurang tertarik dengan buku-buku fiksi. Pertanyaannya tak jauh berbeda.
Berapa kali anda merasakan bahwa hal seperti yang dipaparkan dalam buku itu lah yang anda inginkan/butuhkan?
Kalau buku yang dibaca termasuk genre self-help. Berapa pula persentase anda akan melakukan tips trik yang ada pada buku untuk menjadi referensi solusi dalam mengatasi masalah anda?

Begitulah, 
Boleh jadi, kita menemukan jawaban dari apa yang selama ini kita pertanyakan dalam sebuah buku.
Boleh jadi, di dalam satu buku, tersimpan banyak hal yang sedang kita butuhkan.
Dan boleh jadi, dari sebuah bukulah kehidupan kita akan bergerak menjadi lebih baik.

Comments

Popular posts from this blog

Tenang

image credit : http://ourlittleescapades.com/2015/04/word-week-calm/ Tenanglah, Sebab apa yang terburu-buru, pastilah tak rupawan hasilnya, Sebab yang terburu-buru, boleh jadi ialah petaka di akhirnya, Sebab apa saja yang terburu-buru, mungkin saja ialah perangkap lautan prasangka. Tenanglah, Karena hati tidak bisa dipaksa, Karena hati butuh ruang untuk bersua, Karena hati butuh waktu tuk menyembuh luka, Pun karena hati butuh kesiapan tuk kembali membuka. Tenanglah, Tak usah memaksakan rasa, Sebab rasa tak begitu saja muncul tetiba, Pun rasa dapat begitu saja mengubah asa, Jika rasa tak murni menghadap Sang Pemilik Rasa Manusia. T . E . N . A . N . G .  ~26 April 2017

True Love is.......

Love? What is that? Sekarang ini ya…. Udah buaaannnyak banget orang yang kena virus hati merah ini, dan bahkan terkadang virus ini ….susssaaahh…. Banget nge-scanningnya…. (wayoloo…hati2 ya!) Nah…. Kalo gitu…. Yang bener kaya apa dong? Saya setuju dengan Ifa Afianty dalam bukunya “Be a happy teenager” part 2 dinyatakan………. True Love is…. Niatkan untuk mencintai Allah dan apa yang ia cintai, serta membenci apa yang ia benci. Misalnya, Allah mencintai orang mu’min, maka kita pun harus belajar mencintai saudara seaqidah kita. Terusss.....Allah tidak suka orang2 yg g’ bisa nahan pandangan. Allah suka kita rajin beribadah dan mencari ilmu, serta sayang sama parents, so.... coba deh lakuin itu semua! Lakukan sesuai dengan cara yang Allah suka. Misalnya... kalau lagi kena virus hati merah ni ya.... kalo udah siap, married aja! Tapi kalo belum, ya..... banyak2 puasa sunnah ya! Soal Valentine day? No Way ! kita ini muslim&muslimah dan nggak butuh dan nggak ada urusan lagi tuh sama yang nama...

Pepatah Lama : "Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai"

Pepatah Lama :  "Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai" Iya, sebab siklus hidup itu berputar. Apa yang diperbuat, ia jualah yang kelak didapat. Namun, seringkali kita terlupa.. Bahwa akan selalu ada harga yang harus dibayar dari setiap sesuatu. Ketika saat ini kita melakukan hal-hal baik, Maka kelak, kebaikan pula lah yang didapat. Pun begitu bila saat ini kita melakukan hal-hal yang buruk, Maka ketidakbaikan pula lah yang jua didapat di masa mendatang. Maka, bila sesuatu yang baik terjadi pada kita hari ini,  Boleh jadi itu tersebab perbuatan baik kita di hari kemarin. Sedang bila hari ini kita tertimpa kemalangan, Maka boleh jadi, itu tersebab sesuatu yang tak baik yang kita lakukan di hari kemarin. Iya, sebab di dunia ini, hubungan sebab akibat jelas berlaku. Dan kesemuanya itu, merupakan konsekuensi logis dari segala sesuatu. ~Arifah El-Kizai Image credit by : http://serbalanda.wordpress.com