Skip to main content

Purifying emotions 1 : Ketika semua terasa menyesakkan, menulislah!

Postingan ini sesungguhnya dilatarbelakangi dengan motif antara katarsis dan sharing.
Banyak cara mungkin, yang bisa dilakukan oleh setiap orang untuk katarsis, atau istilah mudahnya, mendinginkan emosi, penat, dan lain sebagainya.
Saya sering sekali survei secara random dengan teman-teman yang saya temui, terutama sesama rekan di kampus psikologi, tentang apa saja yang mereka lakukan ketika sedang penat, terasa semuanya stuck, marah, emosi tak terkendali, atau semisalnya.
Kali ini mungkin, sedikit yang akan saya bahas adalah dari cara yang saya suka dan mungkin beberapa orang yang juga mirip-mirip dengan saya. Yaitu, yak... menulis. 

Beberapa alasan sederhananya adalah, (atau yang setidaknya saya rasakan dan lakukan)...

  • Sometimes, only paper will listen to you
credit images : https://id.pinterest.com/pin/232076187019420561/

Kita bisa menuliskan apa saja yang kita inginkan, bebas, sesuka kita. Tulis saja semuanya. Semua kekesalan, kepenatan, mengapa kita menjadi marah, apa yang sebenarnya kita inginkan, seharusnya bagaimana, mengapa demikian, daan.... lain sebagainya yang ingin kita tuliskan. TULISKAN SAJA! Sebab semua emosi marah, kesal, dll yang kita rasakan itu pada dasarnya disebabkan dari kita terlalu banyak dan sering menahan apa yang bertentangan dengan apa yang kita inginkan, namun kesemuanya itu tidak dapat tersampaikan. Maka dengan menuliskannya, paling tidak kita mempunyai sebuah cara untuk menyampaikannya. Cara ini boleh dicoba, terutama bagi kita yang kurang baik dalam berbicara secara langsung dengan lisan. Biasanya jika ada sesuatu yang dikatakan dalam forum, kita kurang berani atau ragu mengutarakannya, akhirnya ketika keputusan forum tidak sesuai dengan nurani kita, biasanya akan kesal sendiri, ngedumel sendiri, dan sebagainya. Maka yang begini jangan sampai dibiarkan menetap di hati. Buat apa? kalau tidak ditumpahkan hanya akan memenuhi ruang hati. Ah, sayang sekali kan jika hati kita hanya diisi dengan amarah? Maka menulislah! agar ia tersampaikan dengan baik.

  • Dengan menulis, kita akan mengenali diri kita sendiri
Ketika kita sudah menuliskan semua yang kita suka, sebebasnya, sepuasnya. Kalau sudah selesai, kalau kita sudah lega. Coba sisihkan waktu paling tidak 10 menit untuk restorasi pernafasan sampai ritme nafas kita teratur. Sebab, ketika menuliskan seluruh amarah kita dalam tulisan, biasanya deru nafas kita tak karuan. Sebab pengaruh emosi yang kita rasakan.
Maka, ketika sudah tenang, kepala terasa sudah dingin. Coba kembali baca sekilas tulisan kita tadi. Coba amati, seperti itulah kurang lebih diri kita ketika marah. Menyeramkan bukan? Menakutkan bukan?
Nah, kabar baiknya adalah.... "Selamat! Bahwa kita telah menyampaikannya dengan baik! We did it well!" Dengan begini, ruang hati kita setidaknya me-reset ulang ruangnya untuk kesempatan berbahagia.
Tapi kabar buruknya adalah... "You're terrible!" Bayangkan bila tulisan kita itu adalah apa yang kita ucapkan pada orang lain. Dan bagaimana kiranya ekspresi orang lain menanggapi kita? But it's okay, It's only on the paper afterall. Tapi yang harus diingat sampai sini adalah... "Berjanjilah bahwa kata-kata seperti itu hanya kita ucapkan dalam kertas, tidak sekali-kali diucapkan! Iya, berjanjilah" Sebab apa-apa yang kita luapkan ketika sedang marah tentu tidak akan baik hasilnya. Maka jangan sekali-kali membawanya dalam dunia nyata, ketika berinteraksi dengan manusia nyata.

  • Dengan menulis pula, kita bisa mulai merubah mindset dan cara kita berkomunikasi dengan orang lain.
Setelah kita menuliskan semua yang kita rasakan, kita tentu paham sekali kepribadian orang yang sedang menuliskannya saat itu. Mengapa saya bilang saat itu? Karena setelah menuliskannya tadi, kita sudah berjanji untuk hanya menjadi orang yang menyebalkan ketika menulis itu. Maka ketika sudah selesai menulis, kita sudah berganti menjalani peran yang berbeda. Menjadi orang yang baru, yang hatinya sudah ter-reset ulang.
Nah, ketika kita kembali membaca tulisan itu kembali, cobalah amati lamat-lamat kata demi kata, dan cobalah pikirkan, bahwa pasti ada kata-kata yang lebih baik dan lebih bijak untuk mengungkapkan kata-kata ini dalam cara yang berbeda, dalam cara yang lebih bisa diterima oleh orang lain.
Dari sinilah waktunya untuk kita bisa berlatih mengelola emosi dengan baik, sekaligus belajar untuk mengungkapkan pendapat kita dengan bijak. Agar semoga, besok, lusa, atau keesokan lainnya, keterampilan kita dalam mengelola emosi, pun mengungkapkan pikiran kita, dapat berjalan selaras dan seimbang :)

Comments

Popular posts from this blog

Book's Review : Don't Be Sad (Laa Tahzan) >> Recommended book over years!

Bismillah.. Assalamu'alaykum :) Selamat pagi, siang, malam ^^ (silahkan sesuaikan dengan waktu kapan anda membaca postingan saya ini) Sebelum memulai review, seperti biasa, postingan saya akan diwarnai dengan curhatan yaa. hha :P Akhirnya, malam ini, setelah selama kurang lebih hampir dua minggu penuh waktu tidur saya berantakan sekali, sampai waktu tidur pun bisa saya hitung... selama dua minggu ini, saya hanya memiliki waktu tidur hanya 16 jam. Rinciannya kira-kira, selama seminggu pertama terhitung sejak tanggal 5-9 Mei, saya tidak punya waktu tidur sama sekali. Bukan ding, sebenarnya bukan tidak punya. But thanks to my perfectionist personality. Saya tidak bisa tenang untuk tidur sama sekali sebelum saya menyelesaikan project wajib mahasiswa tingkat akhir, yang tak lain dan tak bukan adalah S.(Kri)Psi BAB 4 dan BAB 5. Bukan, sama sekali bukan maksud hati ingin bilang kalau saya keren banget bisa bertahan selama itu mainan sama BAB 4. Justru sebaliknya, saya belum m

Book Review : Happy Little Soul >> One of the best parenting guidelines for every mom (and mom gonna be)

Identitas Buku Judul : Happy Little Soul Penulis : Retno Hening Palupi (@retnohening) Editor : Tesara Rafiantika Penerbit : Gagas Media Harga buku : IDR 80,000 Dokumentasi pribadi When you're a mother, you're never really alone in your thoughts. A mother always has to think twice, once for herself, and once for her child -- Sophia Loren  Ya, kurang lebih, quote diatas mewakili kesan yang saya dapat sepanjang saya membaca buku ini, lembar demi lembarnya. Di buku ini, saya seakan dibawa untuk mengerti dunia perjuangan sebagai ibu. Mulai dari menahan rasa mual, sakit, lemah ketika mengandung, lalu kemudian memuncak menjadi rasa sakit yang begitu hebat saat kontraksi akan melahirkan. Setelah melahirkan, lantas kemudian berusaha membangun bonding  dengan anak saat menyusui. Ah, rasanya jatuh bangun berkali-kali, waktu tidur yang berantakan, dan semacamnya itu menjadi panganan sehari-hari ketika peran seorang ibu mulai dipegang. Tidak sampai situ saja, memutar otak

Low Budget Skincare Routine Product for Acne-Prone Skin

Akhirnya... setelah hampir dua bulan vakum menulis karena berhimpitan dengan beberapa aktivitas, akhirnya bisa kembali menulis lagi di blog kesayangan ini. Padahal list request tulisan sudah dari kapan menumpuk, tapi tak kunjung ada juga postingannya. Sampai mungkin teman-teman yang request sudah pupus saya PHP-in. Maafkan yaa~  Baik, tapi saya coba tulis saja ya... Semoga sedikit banyak bermanfaat..  Baiklaah.... masih ingat perbincangan di postingan  Skincare Investation  sebelumnya? *kalau belum baca, boleh silahkan klik link-nya ya!  Nah, kalau bicara soal skincare a.k.a perawatan kulit terutama untuk wajah, memang terdengar costly ya? Ohhoo~ kalau saya, iya banget... haha Tapi, seperti yang sebelumnya pernah saya bahas di postingan Skincare Investation... Afterall , skincare itu tidak sebatas buang-buang duit percuma seperti kalau jajan makanan yang sekali jajan langsung habis. Melainkan sebagai langkah investasi preventif dan kuratif terhadap tekstur dan elasti