Skip to main content

Skincare VS Make Up

Assalamu'alaykum..
Lama sekali tidak posting tulisan di sini. Tapi alhamdulillah, berhubung saat ini sudah lulus dari bangku S1, sehingga lumayan ada waktu (dan niat) untuk menulis, jadilah malam ini kembali sharing.

image credit : ChickAdvisor

Topik postingan kali ini "perempuan" sekali ya? haha..
Iya, kebetulan semakin menginjak semester akhir-akhir semakin peduli dan tertarik dengan dunia perawatan diri. Or, should I say... titik balik saya mulai melirik dunia perawatan adalah ketika saya mengikuti Sekolah Pra-Nikah (SPN) tahun lalu. Haha
Tetapi kemudian, hal yang kemudian membuat saya tergerak menjelajah dunia skincare (baca: perawatan) tidak semata-mata sebagai persiapan menjalani dunia pernikahan saja, melainkan dari SPN ini kemudian saya belajar, bahwa pentingnya skincare itu diperuntukkan untuk menghargai diri sendiri, memberi terapi kepercayaan diri, dan yang menurut saya paling penting adalah, sebagai bentuk penghargaan diri sendiri agar membuat orang di sekitar kita nyaman dengan kita.
Mengapa kemudian saya menyebutkan hal "membuat orang di sekitar kita nyaman" menjadi highlight tersendiri?
Sebab ke depannya, tuntutan utama profesi saya banyak melibatkan interaksi dengan orang lain, klien atau pasien misalnya, atau minimal keluarga. Dalam hal ini, tentu penampilan dan citra diri haruslah lebih terjaga, agar peran profesi dapat berfungsi lebih baik. Insight ini juga yang sebelumnya saya dapat dari kakak saya yang seorang dokter gigi.

Kemudian, setelah saya mulai terjun ke dunia skincare, ternyata memang merawat diri itu tidak ada habisnya. Sebab berpacu dengan seiring berjalannya usia. Bukan, tidak kemudian bermaksud menyalahi takdir untuk tidak ingin menua. Goal saya dari terjun ke dunia skincare ini sebenarnya sederhana, "membuat diri terlihat lebih terawat". Iya, sesederhana itu. Haha

Setelah kira-kira 1 tahun belakangan saya bergelut dengan dunia skincare, ibu saya akhirnya mulai angkat bicara...
"Kak... wajahmu bersihan kak! Udah bagus itu, pertahanin! Udah nggak usah pake yang aneh-aneh kayak kemaren itu, nggak papa mahal sedikit."
Kalau ibu saya sudah bilang begini, berarti perubahan yang dilihat di saya sudah lumayan signifikan. Haha

But then, dari ucapan ibu saya tadi, bisa ditarik asumsi juga bahwa perawatan skincare itu butuh kemampuan finansial juga. Kalau ini, saya akan bilang "Iya, iya sekali". haha
Akan tetapi, tidak kemudian berarti perawatan yang dilakukan haruslah mengeluarkan budget yang tinggi begitu biar hasilnya oke. Karena sesungguhnya kunci oke atau tidaknya hasil perawatan itu tidak terletak pada mahal atau tidaknya produk, justru kalau saya bilang, itu nomor sekian, yang lebih penting itu cari produk yang cocok dengan kondisi kulit. Tapi yang paling penting lagi dari skincare itu sebenarnya, "Rutin"/"Telaten"/"Istiqomah", atau silahkan gunakan istilah lainnya yang semakna. Berhubung saya sendiri mahasiswa (enggak ding, sekarang pengangguran. haha), dan saya termasuk tipikal orang yang menuntut diri saya untuk tertib sekali soal alokasi anggaran uang jajan bulanan saya, maka akhirnya saya membagi kelas skincare menurut budget keuangan saya, yaitu "Low", "Middle-Low", "Middle-Up". Dengan begini, tidak akan merugikan salah satu keperluan kan jadinya, hehe. Skincare jalan, hal-hal lain yang juga membutuhkan uang juga jalan. Saya pun senang. Haha *apasih.
Naah.... Berbicara tentang perawatan, juga tidak lepas dari Make Up  tentunya ya?
Tapii... Hehe...
Alhamdulillah... kebetulan Allah memberikan saya kulit wajah yang sensitif sekali sehingga tidak bisa menggunakan banyak perlengkapan make up. Untuk wajah misalnya, kulit saya hanya tahan menggunakan maksimal 5 lapis polesan. Waktu itu pernah dicoba make up oleh penata rias (MUA) waktu acara pernikahan kakak saya, itu polesannya banyak sekali, lebih dari 5 lapis. Kalau saya tidak salah ingat, 7 atau 8 lapis. Entahlah apa saja namanya saya kurang paham, yang jelas saya ingat kala itu adalah, rasanya perih sekali dan saya hanya kuat bertahan 3 jam saja. Setelah itu akhirnya ibu saya nggak tega melihat saya dan akhirnya diperbolehkan menghapus make-up. Hikmahnya adalah, sejak saat itu saya memahami kalau kulit wajah saya sensitif, dan dengan begini.. mudah-mudahan amanah untuk tidak "tabarruj" Insya Allah lebih mudah dilakoni. Hehe

Jadi biasanya, karena daya tahan wajah saya maksimal 5 lapis. Maka saya bagi saja dengan perbandingan 3 : 2. Tiga lapis untuk skincare, dan 2 lapis untuk Make Up. Karena sudah paham batas toleransi kulit saya, sehingga saat wisuda kemarin saya lebih pilih untuk make up sendiri. *Dengan berbekal ilmu youtube yang dimodifikasi. haha (Saya merasa sayang juga lagian kalau harus keluar uang paling tidak 150 rb untuk sekali rias saja. Mending uangnya untuk beli alat make-up nya saja bisa dipakai berkali-kali. haha *Terms & conditions apply)
Dengan make up sendiri, saya merasa lebih aman dan lebih nyaman. Riasan tetap terlihat, tapi kulit wajah tetap terawat.

Tapi kalau readers punya daya tahan kulit yang lebih tinggi, silahkan sekali punya tahapan skincare dan make up yang lebih panjang rantainya.
In the end, ini hanya soal perbedaan kenyamanan saja kan? Tinggal sesuaikan saja dengan kenyamanan masing-masing. Yuhuu~ :)

Baiklaah... sekian postingan kali ini, semoga ada manfaat yang bisa diambil ya!
Terima kasih sudah berkenan mampir dan baca sampai sini. :)


Image credit : Pinterest

Comments

Popular posts from this blog

Book's Review : Don't Be Sad (Laa Tahzan) >> Recommended book over years!

Bismillah.. Assalamu'alaykum :) Selamat pagi, siang, malam ^^ (silahkan sesuaikan dengan waktu kapan anda membaca postingan saya ini) Sebelum memulai review, seperti biasa, postingan saya akan diwarnai dengan curhatan yaa. hha :P Akhirnya, malam ini, setelah selama kurang lebih hampir dua minggu penuh waktu tidur saya berantakan sekali, sampai waktu tidur pun bisa saya hitung... selama dua minggu ini, saya hanya memiliki waktu tidur hanya 16 jam. Rinciannya kira-kira, selama seminggu pertama terhitung sejak tanggal 5-9 Mei, saya tidak punya waktu tidur sama sekali. Bukan ding, sebenarnya bukan tidak punya. But thanks to my perfectionist personality. Saya tidak bisa tenang untuk tidur sama sekali sebelum saya menyelesaikan project wajib mahasiswa tingkat akhir, yang tak lain dan tak bukan adalah S.(Kri)Psi BAB 4 dan BAB 5. Bukan, sama sekali bukan maksud hati ingin bilang kalau saya keren banget bisa bertahan selama itu mainan sama BAB 4. Justru sebaliknya, saya belum m

Your heart need a break

Being kind to yourself is a process, You've lived under people expectations over years, And those conditions not frequently making you wounded and leaving a scar. But afterall, life is never fail to give you lessons. So now, time for you to be healed, not to forget your wound, but to accept and thank them. Thank them for the lesson you've learned, just so you will address a merciful future life. Indeeed, there are no guarantee that you won't experience a painful event anymore. But hey... a strong heart always need an exercise to level-up, isn't it? _2021, February 12th_ (copyright image : blog.cityspotsfitness.com)

Book Review : Happy Little Soul >> One of the best parenting guidelines for every mom (and mom gonna be)

Identitas Buku Judul : Happy Little Soul Penulis : Retno Hening Palupi (@retnohening) Editor : Tesara Rafiantika Penerbit : Gagas Media Harga buku : IDR 80,000 Dokumentasi pribadi When you're a mother, you're never really alone in your thoughts. A mother always has to think twice, once for herself, and once for her child -- Sophia Loren  Ya, kurang lebih, quote diatas mewakili kesan yang saya dapat sepanjang saya membaca buku ini, lembar demi lembarnya. Di buku ini, saya seakan dibawa untuk mengerti dunia perjuangan sebagai ibu. Mulai dari menahan rasa mual, sakit, lemah ketika mengandung, lalu kemudian memuncak menjadi rasa sakit yang begitu hebat saat kontraksi akan melahirkan. Setelah melahirkan, lantas kemudian berusaha membangun bonding  dengan anak saat menyusui. Ah, rasanya jatuh bangun berkali-kali, waktu tidur yang berantakan, dan semacamnya itu menjadi panganan sehari-hari ketika peran seorang ibu mulai dipegang. Tidak sampai situ saja, memutar otak