Skip to main content

Tentang Sabar


Diawali dengan quote seperti di gambar, rasa-rasanya arah postingan kali ini sudah tertebak ya? Memuhasabah diri kembali untuk meningkatkan kesabaran kita. Kedengarannya klise mungkin ya?

Tapi kenyataannya, melakukannya dalam keseharian kita jelas tidak semudah menuliskannya dengan kata-kata. Kenyataannya, melakukannya tentu berlipat-lipat kali memerlukan ikhtiar dan latihan yang porsinya tidak biasa. Tapi kabar baiknya, kita bisa mulai melakukannya dengan bertahap, dimulai dari yang paling mudah, kemudian levelling. Levelling-nya sendiri biasanya kita alami secara tidak sadar. Sebab ujian sabar itu sering mendadak.
Contoh mudahnya saja, ketika kita meminta orang lain untuk mengerjakan sesuatu. Tapi kemudian, kinerjanya tidak sesuai yang kita harapkan. Kecewa ya rasanya? Atau mungkin, tidak hanya kecewa saja. Menyesal mempercayai orang yang salah, marah-marah, itu mungkin sekali kita rasa ataupun lakukan. Betapa tidak, kita sudah capek-capek ”menginvestasikan” kepercayaan kita agar sesuatu tersebut tercapai dengan baik. Tapi nyatanya jauh dari standar kata baik yang kita pikirkan.

Nah, maka sejatinya, disinilah letak kesempatan untuk levelling sabar itu ada. Saat kita tahu bahwa hasilnya tidak sesuai yang kita kira, detik ini pula pilihan untuk kita mau levelling atau tidak itu ada. Kalau kita mau, maka kita akan bersabar, mengelola ego, mengambil makna hidup, dan mendewasakan diri. Tetapi jika belum mau, yasudah, kita akan marah-marah saja, akan kecewa saja, mau orang yang bersangkutan sudah minta maaf sekalipun kita akan tetap marah-marah. Tidak ada yang meningkat dari kita yang sebelumnya. Justru yang ada hanya memperburuk suasana hati kita, kita makin terusik dan sulit bahagia. Karena yang disoroti hanya bagian negatif-negatifnya saja.

Poin hal menarik lagi yang perlu menjadi bahan pelajaran kita kali ini, ketika kita dihadapkan pada situasi demikian, coba pikirkan kembali, sebenarnya kita ditempatkan pada situasi yang sama dengan yang bersangkutan setiap waktu, siapa pihak yang mempercayakan kita untuk melakukan sesuatu itu? Allah. Tuhan kita.

Allah mengharapkan kita untuk mempersiapkan bekal untuk nanti bertemu dengannya, untuk hanya memikirkan-Nya. Tapi, apa yang seringkali kita lakukan? Jangankan mempersiapkan bekal dan hanya memikirkan-Nya, Lalai? Ah, jangan ditanya, sudah terlalu sering rasanya. Bersikap seolah ”tugas” itu tidak dibebankan oleh kita? Itupun juga sering kita lakukan. Berpikiran bahwa kita akan hidup di dunia ini selama-lamanya? Ini pula yang melenakan kita dari-Nya, sampai mati pun menjadi sebuah ketakutan yang bersarang dalam diri kita, padahal, pintu pertama bertemu dengan-Nya ialah kematian.

Tapi, bagaimana Allah menanggapi semua kelalaian dan sikap kita yang kian hari kian berpaling dari tanggung jawab ”tugas” kita? Allah selalu sabar. Bersabar dengan segala sikap kita yang demikian itu, tidak ada satupun nikmat yang Allah kurangi. Kita masih bisa bernafas dengan baik, menghirup oksigen, orangtua yang lengkap dan berkasih sayang, kesempatan untuk mengenyam bangku pendidikan, segala kelebihan keterampilan yang ada pada diri kita, semua itu datangnya dari Allah. Hadiah dari Allah. Padahal kita sudah terlalu sering lalai dari tugas yang diberikan-Nya. Sementara hanya dengan kelalaian seseorang terhadap sesuatu yang kita harapkan, kita bisa sebegitu kecewanya, sebegitu marahnya? Aduh, alangkah malunya, alangkah rendahnya, alangkah sombongnya diri kita.

Maka sepertinya, sudah sepantasnya dan sudah saatnya, kita perbaiki paradigma dan orientasi kita dalam bersabar, yang tadinya lalai, semoga semakin ingat dengan amanah kita oleh Sang Pencipta, yang tadinya berpaling, semoga semakin memegang teguh dan meluruskan hati dalam bersujud kepada-Nya.
Aamin..


Terima kasih sudah ingin baca sampai sini, semoga bermanfaat.
Selamat berjuang bersama dalam menjalani amanah sebagai makhluk Allah ^^

Saudarimu, Arifah ^^

Comments

Popular posts from this blog

Pepatah Lama : "Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai"

Pepatah Lama :  "Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai" Iya, sebab siklus hidup itu berputar. Apa yang diperbuat, ia jualah yang kelak didapat. Namun, seringkali kita terlupa.. Bahwa akan selalu ada harga yang harus dibayar dari setiap sesuatu. Ketika saat ini kita melakukan hal-hal baik, Maka kelak, kebaikan pula lah yang didapat. Pun begitu bila saat ini kita melakukan hal-hal yang buruk, Maka ketidakbaikan pula lah yang jua didapat di masa mendatang. Maka, bila sesuatu yang baik terjadi pada kita hari ini,  Boleh jadi itu tersebab perbuatan baik kita di hari kemarin. Sedang bila hari ini kita tertimpa kemalangan, Maka boleh jadi, itu tersebab sesuatu yang tak baik yang kita lakukan di hari kemarin. Iya, sebab di dunia ini, hubungan sebab akibat jelas berlaku. Dan kesemuanya itu, merupakan konsekuensi logis dari segala sesuatu. ~Arifah El-Kizai Image credit by : http://serbalanda.wordpress.com

Your heart need a break

Being kind to yourself is a process, You've lived under people expectations over years, And those conditions not frequently making you wounded and leaving a scar. But afterall, life is never fail to give you lessons. So now, time for you to be healed, not to forget your wound, but to accept and thank them. Thank them for the lesson you've learned, just so you will address a merciful future life. Indeeed, there are no guarantee that you won't experience a painful event anymore. But hey... a strong heart always need an exercise to level-up, isn't it? _2021, February 12th_ (copyright image : blog.cityspotsfitness.com)

Pertempuran satu tanah

Hi... Classical.... come back with me, Arifah ^_^ Kali ini, gue mau sharing tentang cerpen yang gue buat yang dimuat di koran "Radar Banten" Ini versi originalnya, kalo yang gue kirim ke radar banten itu gue ganti2 nama orgnya+daerahnya soalnya katanya harus pake nama2 Indonesia2 gt, tapi kalo yang ini, naskah cerpen originalnya, jadi emg  ini yang gue tulis tanpa pengubahan..... judulnya "Pertempuran satu tanah" Pertempuran satu tanah Dua belas abad yang lalu, Tepatnya Zaman Yamato. Terjadi perebutan kekuasaan tanah oleh para Daimyo (Tuan Tanah). Salah satu Daimyo yang sangat terkenal dan memonopoli kekuasaan kaisar pada zaman Heian adalah keluarga Fujiwara. Karena Fujiwara dekat dengan keluarga kaisar, maka Fujiwara-lah yang patut dianggap sebagai penguasa Jepang daripada Kaisar Jepang. Banyak korban tak bersalah berjatuhan dalam perebutan kekuasaan tanah oleh Daimyo ini. Di suatu desa terpencil di daerah Obihiro,  seorang pemuda bernama Kira yang geram dengan p...