Skip to main content

#Refleksi skripsi : antara yang orang bilang, realita, dan seharusnya.

image supported by googe images

Assalamu'alaykum ^^
Selamat hari senin di tahun 2017 ya!
Senin yang baru, di tahun yang baru...
Di kedua momen ini, ada hal baru yang sedang saya jalani.
Bukan, bukan karena hari senin-nya, bukan juga tentang tahun barunya. Kalau itu sih, saya sudah merasakan beribu-ribu hari senin selama 21 tahun saya menjalankan kehidupan. Saya juga sudah berpuluh-puluh tahun mengenal yang namanya tahun baru.
Tapi di hari senin tahun ini, saya punya mainan yang bernama S(kri).Psi alias SKRIPSI.
Dan sepertinya, saya sekarang mengerti kenapa skripsi menjadi topik yang seringkali membuat kakak-kakak di dunia kampus sampai tutup telinga kalau ditanya soal ini.
Yak, berikut ini hasil yang saya dapat ketika menyesuaikan antara apa yang orang bilang di gambar itu dengan realita yang saya alami setelah berkenalan dengan skripsi ini. Ada hal menarik yang saya soroti pada statement terakhir.

Iya, kurang lebih, gambarannya seperti apa yang ada di gambar pembuka di atas itu.
Bahwa ketika skripsi kita harus siap fisik, mental, spiritual.

1. Kita harus mempersiapkan jari yang bersedia mengetik lebih banyak dari biasanya. 
Tapi kalau untuk saya pribadi, tidak juga sih. Mengingat saya selalu suka main ngetik-ngetik keyboard laptop setiap harinya. haha

2. Pikiran yang lebih fokus dari yang kemarin.
Nah, kalau ini iya benar. Sejak saya berkenalan sama si Skripsi ini, saya jadi kemana-mana selalu memikirkannya. Bagaimana saya bisa mengkoneksikan satu variabel dengan variabel lainnya. Aspek dan kata-kata apa yang bisa saya gunakan untuk mengkaitkan paragraf demi paragraf agar tidak membosankan untuk dibaca. Dan yah, semacam itulah.

3. Kaki yang rela ngejar dosbing kemanapun.
Kalau ini, saya belum merasakan sekali sih. Saya baru seumur jagung berkenalan sama si skripsi soalnya. Baru seminggu. haha. So I'm not pretty sure whether it's true or not.

4. Mulut yang komat kamit mengartikan kitab jurnal.
Yaaak! Benar sekali! So true! Meskipun saya suka iseng baca-baca penelitian jurnal orang, tapi ini kali pertama saya membaca sekian banyak jurnal sampai bingung yang mana yang harus saya tuliskan hasilnya di draft page skripsi yang sedang saya garap. Komat kami mengartikan kitab jurnalnya sih tidak terlalu, tapi frekuensi gerakan tangan saya yang sedikit-sedikit mengetik kata di alfalink ataupun mengetik kalimat di google translate, itu yang tidak bisa dihitung.

5. Seseorang yang menyadarkan kita dari amnesia
Yaps! ini juga sesuai. Berlaku sekali untuk saya yang terbiasa kalau sudah megang satu mainan, mengurus satu hal, ituuu terus yang diurus, sampai terkadang lupa ada "tugas negara" yang menunggu diselesaikan. Beruntungnya saya memiliki teman-teman yang siap mengingatkan "Fah, main game-nya satu stage aja, terus lanjur skripsi lagi, gek ndang bar skripsine!"

6. Hati yang selalu menembus langit.
Waaah, kalo ini siih, jangan ditanya sob. Ini sepertinya inti dari semua inti. 
Nah, terkait dengan ini, entah kenapa saya ingin menghubungkannya dengan asumsi keliru yang kadang menjebak orang lain tentang "membaca qur'an itu menghabiskan waktu", atau tidak hanya membaca qur'an deh... ini berlaku pula dalam hal beribadah lainnya.
Hati-hati, bagi kita yang turut terjebak dengan asumsi ini. 
Waktunya diperbaiki dan diluruskan.
Sebab begini, ibadah itu memang terkesan tidak ada kaitannya ya, dengan hal yang sedang kita lakukan, sebut saja skripsi. Tidak ada kalimat-kalimat di Al-qur'an yang bisa dimasukkan dalam draft skripsi yang sedang kita buat, sehingga seolah-olah tidak penting.
Iya, SEOLAH-OLAH TIDAK PENTING, KELIHATANNYA TIDAK PENTING.
Tapi, kita tidak boleh lupa. Bahwa yang punya urusan dunia itu sejatinya bukan kita. Kita hanya menjalankan saja. Kita hanya boneka saja, yang sedang digerakkan untuk mengerjakan skripsi.
Lalu siapa yang punya? Allah, tuhan.
Kita diberi tugas untuk mengerjakan skripsi itu sesungguhnya hanya media saja.
Supaya kita tahu, bagaimana lelahnya berjuang, bahkan sampai mati-matian namun ternyata hasilnya nihil. Revisi dimana-mana, atau bahkan mungkin ganti judul, mengulang penelitian, dan sebagainya.
Di saat-saat seperti itulah, Allah, tuhan, ingin mengingatkan kita bahwa jika kita terus-menerus mengejar urusan dunia, kita akan berakhir dengan kekecewaan dan frustasi.
Maka itu sebabnya kita harus menembus langit, berdiri menegakkan sholat, bersujud merendahkan hati dan diri, melantunkan doa-doa dan harapan.
Sebab kita perlu ingat, jika hati sudah menembus langit, maka yang di bumi pun terlihat rendah.
Kalau kita sudah kenal dekat dengan urusan langit, pasti urusan bumi (dunia) pun mudah.

Maka, ini waktunya merubah stigma yang keliru. Memperkuat ibadah, menambatkan hati pada Yang Memiliki urusan, dan merasakan kemudahan dalam menjalani segala urusan setelahnya :)

Sekian untuk hari kedua #30DaysWritingChallenge ini,
Semoga bermanfaat.
Terima kasih sudah baca sampai sini. :)

Comments

Popular posts from this blog

Pepatah Lama : "Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai"

Pepatah Lama :  "Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai" Iya, sebab siklus hidup itu berputar. Apa yang diperbuat, ia jualah yang kelak didapat. Namun, seringkali kita terlupa.. Bahwa akan selalu ada harga yang harus dibayar dari setiap sesuatu. Ketika saat ini kita melakukan hal-hal baik, Maka kelak, kebaikan pula lah yang didapat. Pun begitu bila saat ini kita melakukan hal-hal yang buruk, Maka ketidakbaikan pula lah yang jua didapat di masa mendatang. Maka, bila sesuatu yang baik terjadi pada kita hari ini,  Boleh jadi itu tersebab perbuatan baik kita di hari kemarin. Sedang bila hari ini kita tertimpa kemalangan, Maka boleh jadi, itu tersebab sesuatu yang tak baik yang kita lakukan di hari kemarin. Iya, sebab di dunia ini, hubungan sebab akibat jelas berlaku. Dan kesemuanya itu, merupakan konsekuensi logis dari segala sesuatu. ~Arifah El-Kizai Image credit by : http://serbalanda.wordpress.com

Your heart need a break

Being kind to yourself is a process, You've lived under people expectations over years, And those conditions not frequently making you wounded and leaving a scar. But afterall, life is never fail to give you lessons. So now, time for you to be healed, not to forget your wound, but to accept and thank them. Thank them for the lesson you've learned, just so you will address a merciful future life. Indeeed, there are no guarantee that you won't experience a painful event anymore. But hey... a strong heart always need an exercise to level-up, isn't it? _2021, February 12th_ (copyright image : blog.cityspotsfitness.com)

Pertempuran satu tanah

Hi... Classical.... come back with me, Arifah ^_^ Kali ini, gue mau sharing tentang cerpen yang gue buat yang dimuat di koran "Radar Banten" Ini versi originalnya, kalo yang gue kirim ke radar banten itu gue ganti2 nama orgnya+daerahnya soalnya katanya harus pake nama2 Indonesia2 gt, tapi kalo yang ini, naskah cerpen originalnya, jadi emg  ini yang gue tulis tanpa pengubahan..... judulnya "Pertempuran satu tanah" Pertempuran satu tanah Dua belas abad yang lalu, Tepatnya Zaman Yamato. Terjadi perebutan kekuasaan tanah oleh para Daimyo (Tuan Tanah). Salah satu Daimyo yang sangat terkenal dan memonopoli kekuasaan kaisar pada zaman Heian adalah keluarga Fujiwara. Karena Fujiwara dekat dengan keluarga kaisar, maka Fujiwara-lah yang patut dianggap sebagai penguasa Jepang daripada Kaisar Jepang. Banyak korban tak bersalah berjatuhan dalam perebutan kekuasaan tanah oleh Daimyo ini. Di suatu desa terpencil di daerah Obihiro,  seorang pemuda bernama Kira yang geram dengan p...