image supported by : http://www.imgrum.net/tag/TahfidzOnline |
Untuk mengawali postingan, terima kasih yaa, bagi yang sudah request. Maaf sekali baru sempat dituliskan sekarang.
Postingan kali ini sebenarnya antara memenuhi request dan jawaban saya dari pertanyaan "Fah, kamu kapan nikah?"
Oke....
Topik yang kita bahas kali ini menarik ya, sepertinya? Hehe
Sebenarnya, saya agak takut-takut menuliskan ini. Khawatir alih-alih menyinggung atau terkesan sok tau.
Nah, langsung saja...
Berikut saya paparkan beberapa alasan mengapa hafal qur'an layak untuk diusahakan sebelum melamar dan dilamar (versi pendapat saya)
Maka jika ada salah-salah kata dan pendapat, mohon dimaafkan dan silahkan diluruskan ya! :)
1. Tugas dakwah
Setiap kaki kita pijakkan di belahan bumi Allah bagian manapun, maka sejatinya disitulah profesi dakwah kita jalankan.
Tapi disadari atau tidak, sesungguhnya amanah dakwah seorang laki-laki itu lebih luas jangkauannya dibandingkan perempuan. Bayangkan saja, kalau perempuan cakupannya hanya anak-anak dan lingkungan sekitar rumah, maka laki-laki yang bebas kemana saja tanpa harus ditemani mahram, sudah pasti jangkauan wilayahnya lebih luas bukan? Maka itu berarti seharusnya laki-laki punya potensi dakwah yang besar di setiap pijakan kakinya.
Tapi bukan berarti perempuan kontribusinya dalam dakwah menjadi sedikit.
Kalau ustadzah saya di SPN selalu mendengungkan, "Perempuan sebagai seorang istri, harus mewakafkan dirinya untuk aktivitas dakwah suaminya". Artinya apa? Perempuan sebagai seorang istri yang sudah secara syar'i-nya taat pada suami, haruslah mendukung aktivitas dakwah suaminya, sebagai laki-laki yang memiliki tugas dakwah lebih besar pertanggungjawabannya.
2. Laki-laki itu imam, perempuan itu makmum
Setiap laki-laki itu, kelak akan jadi imam. Entah bagi istri, anak, ataupun ummat. Masa iya setiap mengimami sholat surat setelah Al-Fatihah selalu berkisar akhir-akhir juz 30 saja? Lantas kemana saja usia yang dihabiskan sampai dewasa ini hingga hafalan qur'an-nya sama seperti anak SD yang mengikuti TPA?
Pertanyaan yang sama juga berlaku pada perempuan. Kalau imamnya keliru dalam membaca ayat Al-Qur'an, maka tugas makmum harus mengingatkan imam. Kalau perempuan hafalannya pas-pasan, bagaimana bisa mengingatkan imam?
3. Membina ruhiyah rumah tangga akan lebih mudah
Nah, poin ini asik sekali nih untuk dibahas. Sebab kaitannya dengan parenting dan harmonisasi rumah tangga. Dua-duanya topik yang saya suka.
Begini, saya akan bagi menjadi dua sesi, pertama untuk laki-laki, dan kedua untuk perempuan.
Bagi laki-laki...
Tahu kan? Bahwa laki-laki memiliki 3 tugas/kewajiban pada anaknya.
1) Memilihkan ibu yang baik untuk anak-anaknya.
2) Memilihkan nama yang baik untuk anaknya.
3) Mengajarkan/menalqinkan hafalan qur'an kepada anaknya.
Dalam melaksanakan ketiganya, dibutuhkan ruhiyah yang tidak asal-asalan. Butuh Al-Qur'an dan sunah yang menjadi pegangan dalam menanamkan aqidah dan akhlak yang baik kepada istri dan anak. Maka logika sederhananya, paling tidak orang yang menghafal qur'an jelas punya poin plus dalam membekali dirinya dalam menjalankan 3 kewajiban ini. Sebab orang yang menghafal qur'an jelas lebih paham isi Al-Qur'an dibandingkan yang belum selesai menghafalkan qur'an.
Bagi perempuan...
Soal ruhiyah, jelas penting sekali untuk muslim laki-laki maupun perempuan. Hanya saja, ada hal unik yang dikatakan oleh Ustadz Cahyadi Takariawan untuk perempuan yang belum menikah...
"Akhwat itu sebelum menikah harus punya ketahanan ruhiyah 200 %! Karena setelah menikah itu ruhiyah akhwat pasti menurun 50%. Sehingga kalau sebelum menikah ruhiyah-nya 200%, ketika menikah meskipun menurun 50% ruhiyahnya akan tetap 100%!"
Awalnya, saya belum mencerna benar saat pertama kali mendengarnya. Tapi kemudian, ketika saya sampai di rumah dan mencoba merenungkannya berkali-kali, sepertinya saya memahami maksudnya.
Kira-kira begini gambaran mudahnya.
Perempuan itu, ketika sudah menikah, tidak akan memiliki suatu kata cantik bernama "hari libur", ketika perempuan menikah, yasudah... Ladang jihadnya sehari-hari selama kehidupannya adalah mengabdikan diri pada suami, mengurus pekerjaan rumah tangga, dan pengasuhan anak-anak.
Dari sinilah, kiranya saya memahami...bahwa ketika sudah menikah, perempuan itu akan sangat sibuk sekali dalam setiap harinya. Sehingga rasanya, waktu untuk menambah hafalan qur'an sulit sekali ditemukan. Meskipun sebenarnya, menghafal qur'an tidak seharusnya diberikan waktu sisa-sisa. Sehingga solusi sederhana nan efektifnya adalah, menyelesaikan hafalan qur'an sebelum menikah. Agar ketika menjalani hari-hari setelah menikah, hanya tinggal memurojaah hafalan saja. Toh memurojaah itu membutuhkan waktu dan konsentrasi yang tidak terlalu banyak ketika hafalan kita sudah mutqin/terjaga terus. Sambil mengerjakan urusan rumah tangga pun, lisan kita bisa sambil memurojaah hafalan. Duh, enak sekali kan?
Inilah yang kiranya menjadi salah satu alasan saya mengapa saya setiap kali ditanya "Kapan nikah?", jawaban saya salah satunya yaitu ingin menyelesaikan hafalan qur'an terlebih dulu.
Salah satu alasan lainnya lagi, sebenarnya hanya masalah prinsip pribadi yang saya buat sih sesungguhnya...
Saya hanya berfikir, apabila seorang perempuan sudah terkait dalam ikatan pernikahan, maka itu artinya kewajiban sebagai seorang istri yang taat terhadap suaminya jelas lebih besar pertanggungjawabannya ketimbang kepada orangtua kita sendiri.
Maka, sebelum kewajiban itu datang, paling tidak saya ingin menuntaskan "kewajiban" bakti saya pada orangtua saya sebagai investasi akhirat orangtua saya, yakni memakaikan mahkota kemuliaan penghafal qur'an pada keduanya kelak.
Mohon doanya sekalian ya, untuk siapa saja yang membaca postingan ini, mohon pula diaminkan, semoga saya sempat mengejarnya sebelum maut melamar saya. Sebab saya takut sekali kalau-kalau saya belum sempat menuntaskan ini ketika malaikat Izrail melamar saya.
*Eh, malah curhatnya kebanyakan. hehe kebiasaan, maaf. Tapi mudah-mudahan pembaca bersedia mendoakan dan mengaminkan yaa, beneran ini saya minta doanya. hehe :')
Oke,
Salah satu alasan lainnya lagi, sebenarnya hanya masalah prinsip pribadi yang saya buat sih sesungguhnya...
Saya hanya berfikir, apabila seorang perempuan sudah terkait dalam ikatan pernikahan, maka itu artinya kewajiban sebagai seorang istri yang taat terhadap suaminya jelas lebih besar pertanggungjawabannya ketimbang kepada orangtua kita sendiri.
Maka, sebelum kewajiban itu datang, paling tidak saya ingin menuntaskan "kewajiban" bakti saya pada orangtua saya sebagai investasi akhirat orangtua saya, yakni memakaikan mahkota kemuliaan penghafal qur'an pada keduanya kelak.
Mohon doanya sekalian ya, untuk siapa saja yang membaca postingan ini, mohon pula diaminkan, semoga saya sempat mengejarnya sebelum maut melamar saya. Sebab saya takut sekali kalau-kalau saya belum sempat menuntaskan ini ketika malaikat Izrail melamar saya.
*Eh, malah curhatnya kebanyakan. hehe kebiasaan, maaf. Tapi mudah-mudahan pembaca bersedia mendoakan dan mengaminkan yaa, beneran ini saya minta doanya. hehe :')
Oke,
Terakhir sebagai closing, bagi kedua orangtua, baik laki-laki maupun perempuan...
Ada perkataan salah satu ustadz yang menurut saya itu jleb sekali! Beliau adalah Ust. Asep Maulana.
Kira-kira pesannya begini..
"Besok kalau kita punya anak, ajarkan sendiri anak kita untuk membaca Al-Qur'an. Jangan urusan mengaji anak diserahkan pada guru TPA! Berapapun hafalan kita, usahakan anak mengenal dan menghafalkannya lebih dulu dari lisan kita, orangtuanya. Dengan cara apa? ditalqinkan"
Naah, kira-kira itu dulu yang bisa saya paparkan. Maklum, masih fakir ilmu. Masih harus banyak belajar.
Maka semoga apa yang sedikit ini bisa memberikan manfaat bagi antum yang telah bersedia membaca tulisan ini, entah sepenggal dua penggal kalimat.
Terimakasih sudah ingin baca sampai ini,
Salam senyum semangat dalam cinta dan harmoni ^^
Semoga bermanfaat :)
Referensi tulisan: catatan-catatan kajian saya selama ini. hehe ^^v
Comments
Post a Comment